Qurban memiliki beberapa syarat yang tidak sah kecuali jika
telah memenuhinya, yaitu.
[1]. Hewan qurbannya berupa binatang
ternak, yaitu unta, sapi dan kambing, baik domba atau kambing biasa.
[2]. Telah sampai usia yang dituntut syariâ??at berupa jazaâ??ah (berusia setengah tahun) dari domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya.
[2]. Telah sampai usia yang dituntut syariâ??at berupa jazaâ??ah (berusia setengah tahun) dari domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya.
§ Ats-Tsaniy dari unta adalah yang telah sempurna berusia lima
tahun
§ Ats-Tsaniy dari sapi adalah yang telah sempurna berusia dua
tahun
§ Ats-Tsaniy dari kambing adalah yang telah sempurna berusia setahun
§ Al-Jadzaâ?? adalah yang telah sempurna berusia enam bulan
[3]. Bebas dari aib (cacat) yang mencegah keabsahannya, yaitu
apa yang telah dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu â??alaihi wa sallam.
§ Buta sebelah yang jelas/tampak
§ Sakit yang jelas.
§ Pincang yang jelas
§ Sangat kurus, tidak mempunyai sumsum tulang
Dan hal yang serupa atau lebih dari yang disebutkan di atas
dimasukkan ke dalam aib-aib (cacat) ini, sehingga tidak sah berqurban
dengannya, seperti buta kedua matanya, kedua tangan dan kakinya putus, ataupun
lumpuh.
[4]. Hewan qurban tersebut milik orang yang berqurban atau
diperbolehkan (di izinkan) baginya untuk berqurban dengannya. Maka tidak sah
berqurban dengan hewan hasil merampok dan mencuri, atau hewan tersebut milik
dua orang yang beserikat kecuali dengan izin teman serikatnya tersebut.
[5]. Tidak ada hubungan dengan hakl
orang lain. Maka tidak sah berqurban dengan hewan gadai dan hewan warisan
sebelum warisannya di bagi.
[6]. Penyembelihan qurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan syariat. Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka sembelihan qurbannya tidak sah
[6]. Penyembelihan qurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan syariat. Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka sembelihan qurbannya tidak sah
[Lihat Bidaayatul Mujtahid (I/450), Al-Mugni (VIII/637) dan
setelahnya, Badaaâ??Iâ??ush Shanaâ??i (VI/2833) dan Al-Muhalla (VIII/30).
[Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain
wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih,
Penulis Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid
Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_________
Foote Note
[1]. Para ulama berselisih tentang makna Al-Mushfarah, ada yang menyatakan bahwa ia adalah hewan yang terputus seluruh telinganya dan ada yang mengatakan bahwa ia adalah kambing yang kurus. Lihat Nailul Authar (V/123).
_________
Foote Note
[1]. Para ulama berselisih tentang makna Al-Mushfarah, ada yang menyatakan bahwa ia adalah hewan yang terputus seluruh telinganya dan ada yang mengatakan bahwa ia adalah kambing yang kurus. Lihat Nailul Authar (V/123).